Pagi itu Christy memandangi wajahnya di cermin di kamarnya. “Hidungku, kok, pesek. Bibirku terlalu lebar. Alangkah senangnya kalau hidungku mancung dan bibirku kecil seperti bibir si Ana,” kata Christy dalam hati.
” Christy, sudah selesai belum? Ayo, kita berangkat!” terdengar suara Mama. “Lagi memandangi hidungmu lagi, ya?”
“Ya, ya, sudah Ma!” sahut Christy, lalu ia menyambar tasnya di meja belajar. Papa sudah mengeluarkan mobil dari garasi dan mereka pun berangkat. Jalan tidak begitu macet dan Christy cepat sampai di sekolah.
Di depan kelas Ana, teman sebangku Christy, sudah duduk di bangku semen dan menunggunya. Ada beberapa anak yang juga duduk dan membaca. Christy mendekati Ana. Melihat Christy, Ana tertawa riang dan berkata, “Untung kamu datang cepat. Aku belum sarapan. Yuk, kita ke kantin!”
“Aku sih sudah sarapan. Ayolah, aku antar kamu,” kata Christy. “Atau kamu mau lemper? Aku bawa lemper untuk istirahat nanti.”
Tiba-tiba seorang anak bertubuh gemuk mendekati Christy dan Ana. Hidung anak itu pesek, pipinya tembam dan matanya sipit. Dia adalah Merry. Selama ini Christy dan Ana tidak bergaul dengan Merry walaupun mereka sekelas. Saat itu baru Christy perhatikan ternyata hidung Merry lebih pesek daripada hidungnya.
“Ana belum sarapan? Tak usah ke kantin. Aku punya roti enak,” Merry menawarkan. Dia mengambil ompreng besar dari tasnya, mengeluarkan sebuah roti dan memberikannya kepada Ana. Dia menawarkan juga pada Christy, tetapi Christy tidak mau. Kemudian Merry mengeluarkan sehelai kertas bertuliskan dari dalam ompreng.
“Nah, ada surat Mama untukku,” kata Merry dengan semangat.
“Mamamu menulis surat?” tanya Christy heran. Ia dan Ana saling bertukar pandang.
“Ya, setiap hari Mama menulis sesuatu yang berguna untukku, dan dimasukkan ke dalam ompreng bekal. Hari ini Mama tulis: Setiap anak istimewa. Tuhan menciptakan manusia sesuai dengan gambar dan rupa-Nya. Manusia yang sudah menerima Yesus punya kesanggupan untuk menampilkan sifat-sifat Allah yang baik. Sifat-sifat Allah itu perlu ditampilkan oleh kita anak-anak –Nya.
“Mamamu hebat!” puji Ana sambil terus memakan rotinya.
“Kamu menampilkan sifat baik Allah dengan memberikan roti utuk Ana yang belum sarapan. Allah kan murah hati,” komentar Christy.
Merry tertawa senang. “Ada sejarahnya mengapa Mama selalu menulis surat. Dulu aku mau mogok sekolah. Di sekolah yang lama teman-teman memanggilku si Pesek atau si Gendut. Jadi, Mama selalu menguatkanku dengan tulisan-tulisannya, misalnya: Tak usah hiraukan ejekan, Allah sangat mengasihimu. Bersyukurlah hidungmu masih bisa mencium harum kue atau bangkai tikus. Pesek tidak masalah.” “Tuh kan, Vi! Hidung pesek tidak masalah. Mesti bersyukur!” kata Ana. “Tapi kalau mancung seperti hidungmu kan lebih asyik,” kilah Christy. “Mama pernah menulis: Setiap anak memiliki kelebihan dan kekurangan. Tak ada manusia yang sempurna,” kata Merry lagi. Teng…! Teng…! Teng…! Bel masuk berbunyi.
“Wah, asyik sekali ngobrol denganmu. Nanti kita lanjutkan lagi, ya,” kata Ana. “Kata mamaku kalau membicarakan firman Tuhan memang selalu ayik,” kata Merry. Waktu jam istirahat Christy dan Ana makan lemper, lalu mereka mendekati Merry lagi. “Masih ada roti. Mau?” Merry menawarkan. “Tidak, terima kasih. Sudah makan lemper. Masih kenyang, kok,” jawab Ana. “Lanjutkan dong ceritamu mengenai mogok sekolah itu.”
“Ya, intinya aku bisa bersyukur dengan keadaanku yang gendut, pesek, sipit, dan tembam ini. Jadi, aku pede saja walaupun diejek apa pun karena diciptakan segambar dengan rupa Allah. Yang penting Allah menaruh sifat-sifat-Nya di dalam diriku dan di dalam orang-orang yang percaya kepada-Nya,” Merry menjelaskan. “Yuk, aku makan dulu, ya.” “Baiklah, aku amau beli es krimdi kantin. Aku belikan sekalian, ya?” Ana menawarkan. Merry menggeleng. “Jangan. Kalau dibelikan es krim nanti aku tambah gendut. Harus tahu diri,” Merry menolak dan tertawa.
Christy dan Ana pergi ke kantin. Christymerasakan kelegaan dalam hatinya. Rasanya hidungnya yang pesek bukan masalah, bahkan tidak ada anak yang memanggilnya si Pesek . Allah menaruh sifat-sifatnya di dalam dirinya.
“Selama ini kita tidak menghiraukan Merry. Padahal di hebat, lho,” kata Ana. “Iya, aku harus belajar sama dia,” Christy mengakui.
“Jadi hidungmu yang agak pesek tidak masalah lagi, ‘kan?” goda Ana sambil memegang hidung Christy. Christy menepiskan tangan Ana dan tertawa.
Christy merasa tak sabar menantikan waktu pulang sekolah. Ia mau menceritakan pengalamannya bersama Merry kepada Mama. Pastilah Mama senang kalau Christy tidak mengeluhkan hidungnya yang pesek lagi.
Oleh : Kak Widya
Illustrasi : Kak Heru
Related Post