“Hatshi! HATSHI! HATSHI!”
“Dina, kamu pilek lagi?” tanya ibu khawatir.
Baru saja Dina mau menjawab tapi yang keluar justru suara “HATSHI! HATSHI! HATSHI!”
Ibu memegang dahi Dina. “Cukup panas. Ayo, sekarang berbaring dulu. Ibu akan ambilkan obat.”
Dina mengambil tissue untuk menyeka hidungnya. “Tapi, Bu. Dina ingin ke sekolah. HATSHI! HATSHI! HATSHI!”
“Kamu akan ke sekolah kalau sudah sembuh. Ibu harus membawamu ke dokter dulu,” perintah Ibu.
Dina tidak berkata apa-apa. Dia merasa badannya lemas. Dia berbaring sambil terus menyeka hidungnya dengan tissue.
Tak lama kemudian Ibu datang dan memberikan Dina obat. “Sekarang kamu istirahat.”
Dina berusaha untuk tidur tapi dia tidak bisa memejamkan matanya. Ingus yang keluar dari hidungnya seperti tidak mau berhenti. Dia merasa susah bernafas.
“Oh, mengapa harus pilek lagi? HAmpir setiap bulan aku seperti ini. Pilek terus menerus. Hidungku pasti tidak beres. HATSHI! HATSHI! HATSHI!
Duh!… mengesalkan. Teman-teman lain sudah ada di sekolah sekarang. Aduh, hari ini kan ada pelajaran geografi. Yah, aku ketinggalan lagi. HATSHI! HATSHI! HATSHI!
Kenapa sih seperti ini terus? Mengesalkan …. Tuhan, tolonglah Dina. Tolong sembuhkan Dina.”
Sore itu, Ibu membawa Dina ke dokter THT. “Bu, mengapa kita harus ke dokter? Biasanya Dina cukup makan obat lalu beberapa hari lagi sembuh,” tanya Dina.
“Ibu khawatir karena sudah beberapa kali kamu terus-menerus pilek. Kamu harus diperiksa. Biar kita tahu pasti apa penyakitmu,” jawab Ibu.
“Apakah nanti Dina akan disuntik? Dina tidak mau disuntik, Bu,” pinta Dina.
“Ibu tidak tahu. Ibu akan bersama Dina nanti di dalam. Tidak ada yang perlu ditakutkan, Dina,” jawab Ibu.
“Tuhan, tolonglah Dina,” doa Dina dalam hati.
“Nomor 12.”
“Ayo, Dina. Itu nomor urut kamu. Ayo masuk,” ajak Ibu.
“Silakan duduk. Apa keluhanmu?” tanya dokter. Matanya menatap ramah dibalik kacamatanya. Dia tersenyum pada Dina.
“Begini, Dok. Sudah beberapa bulan ini, dia pilek. Memang tidak setiap hari. Tapi hampir setiap bulan, dia pilek,” jelas Ibu.
“Baik, mari kita periksa dulu,” kata dokter sambil meminta Dina duduk di sebuah bangku.
Dina memandang bangku itu dengan takut. Di sekeliling bangku itu, banyak sekali terdapat tabung-tabung kecil, juga beberapa alat yang tampak menakutkan. Dina duduk dengan ragu-ragu.
Dokter meminta Dina membuka mulutnya. Dia memasukkan sebuah logam panjang dan menekan lidah Dina. Matanya menatap monitor yang ada di sampingnya. “Hmm…”
Lalu dia meminta Dina berputar dan memeriksa telinganya dengan menggunakan senter kecil. Dia kembali melihat monitor dan bergumam, “Hmm…”
Sekarang dia memasukkan sebuah alat ke dalam hidung Dina. Dina merasa ada sesuatu yang membakar hidungnya. Dia merasa susah bernafas. Tapi tak lama, dia merasa bebas kembali. Dokter itu menyuruh dia duduk kembali di samping Ibu.
“Hmm…sepertinya semua baik-baik saja. Dugaan saya Dina alergi. Tapi kita harus memastikan apakah Dina menderita sinusitis atau tidak. Untuk itu Dina harus dirontgen,” saran dokter sambil menyerahkan sebuah surat pengantar.
Keluar dari ruang praktek, Dina dibawa ke sebuah ruangan lain. Di sana dia diminta untuk berdiri dan menekankan wajahnya pada sebuah bidang datar. Hanya perlu 5 menit dan kemudian Dina boleh keluar.
“Ibu, apakah yang trjadi?” tanya Dina dalam perjalanan pulang.
“Tadi kamu diperiksa. Bagian dalam tubuhmu dilihat untuk mengetahui apa yang terjadi. Kita belum tahu. Kita harus menunggu hasilnya,” jawab Ibu.
Beberapa hari kemudian, ketika Dina pulang sekolah, Dina melihat Ibu sedang membaca sebuah surat dan ada selembar kertas yang berwarna coklat kehitam-hitaman di meja.
“Ibu, Dina pulang,” sapa Dina.
“Dina, ayo duduk di sini. Hasil pemeriksaanmu sudah keluar,” ajak Ibu.
“Ini adalh hasil rontgen. Surat ini mengatakan kamu tidak terkena sinusitis. Berarti kamu hanya alergi. Ibu bersyukur pada Tuhan,” jelas Ibu.
“Si…sinus…si…itu apa?” tanya Dina.
“Sinusitis. Itu adalah penyakit hidung yang mengakibatkan ada cairan berkumpul di rongga pipi. Kamu lihat, di sini tidak ada apa-apa,” jawab Ibu sambil menunjuk gambar rontgen.
“Oh, syukurlah, Bu. Berarti Dina tidak sakit,” jawab Dina senang.
“Mari kita berdoa. Mengucap syukur pada Tuhan yang selalu menjaga kita,” jawab Ibu tersenyum.
Cerita Illustrasi : Kak Heru
Related Article
tertarik dengan ceritanya,
giana cara downlod?