“Coki, kamu istirahat saja,ya. Jangan lupa minum susumu,” kata Koko sambil mengusap-usap anjing kecilnya. Anjing itu meringkuk di atas keset, matanya sayu. Susu yang ada di piring kecil tidak dijilatnya.
“Coki, aku sekolah dulu, ya,” Koko pamit pada anjingnya. “Nanti sore kita ke dokter hewan.”
Di jalan menuju sekolah, Koko berencana akan minta bantuan temannya, Arif, untuk mengantarkan Coki ke dokter hewan. Coki bisa ditaruh di dalam dus. Berdua mereka akan menjaga supaya Coki tidak melompat keluar dari dus. Bila sampai Coki lari, mereka berdua bisa menangkapnya.
Kako yakin Arif akan membantunya. Bukankah selama ini dia sering berbuat baik pada Arif, misalnya membelikannya makanan di kantin, memberikannya mainan, buku cerita, dan sebagainya.
Setibanya di sekolah Koko segera mendekati Arif dan meminta bantuannya. Di luar dugaannya Arif menjawab, “Wah, Ko, maaf ya. Siang ini aku berjanji akan ikut Rio ke rumahnya. Dia kan anak baru, jadi dia ingin tanya-tanya pelajaran sama aku.”
Jawaban Arif membuat Koko kecewa. Di dalam hati ia berkata, “Arif lebih mementingkan anak baru itu daripada membantuku. Percuma saja aku baik padanya selama ini! Lebih baik tidak usah berteman dengan dia!”
Pulang ke rumah Koko menemui Coki yang masih tetap lesu.
Koko teringat lagi pada Arif. Kekecewaannya timbul. “Arif itu bukan teman yang baik! Waktu aku susah, ia tidak mau menolong!”
Untuk beberapa saat Koko termenung. Lalu, ia memutuskan untuk tetap membawa Coki ke dokter hewan.
“Tapi bagaimana kalau Coki melompat dan lari? Aku akan repot sendirian menangkapnya…. Ah, Tuhan yang akan menolongku,” pikir Koko.
Jam tiga Koko keluar rumah sambil menggendong dus yang berisi Coki. Ia berdiri di depan rumah, menunggu taksi lewat.
Tahu-tahu sebuah mobil berhenti di dekatnya.
“Apa-apaan mobil ini berhenti di sini?” tanya Koko dalam hati.
Ternyata Arif dan Rio yang keluar dari mobil.
“Lho, kalian mau apa?” tanya Koko heran.
“Kami mau menjemputmu dan Coki. Rio tinggal di kompleks perumahan sebelah kompleksmu. Ternyata ayahnya seorang dokter hewan, lho. Ini suatu kebetulan kan? Dan dia mau menolong Coki, Ko,” kata Arif.
“Oh!” Koko terperangah.
“Iya, Ko. Nanti pulangnya kau kuantar lagi. Dan tolong jangan bayar ayahku. Kita kan teman,” kata Rio.
Koko melongo. Ini kejutan baginya. Tetapi, ia menjadi ragu-ragu.
“Ayo, Ko! Naik!” ajak Arif.
“Iya, ayo cepat!” ajak Rio juga.
“Eh, iya. Terima kasih…,” kata Koko dengan perasaan yang bercampur aduk. Ia pun masuk ke mobil Rio sambil membawa Coki.
Diam-diam Koko merasa malu. Tadi ia sudah berpikir yang jelek-jelek mengenai Arif. Ia membiarkan pikiran-pikiran jelek itu memenuhi kepalanya. Dan selama ini ia tidak tahu kalau Rio itu baik karena ia tidak bergaul dan belum berteman dengannya.
Saat itu Koko juga menyadari sesuatu. Ternyata kebaikannya pada Arif selama ini tidak tulus. Ia ingin Arif membalas kebaikannya. Ia berbuat baik bukan karena taat pada Tuhan, juga bukan.
Referensi dari Majalah Kita
Cerita oleh : Kak Widya
Related Post